Pelaksanaan Ericksonian Cooperative Hypnotherapy (ECH) Batch 2 – a 20-hour workshop (11 – 12 April 2015)

ECH merupakan sebuah teknik hipnoterapi yang diperkenalkan oleh Milton  Hyland Erickson. Di dalam prakteknya, banyak sekali nama yang digunakan untuk memperkenalkan hipnoterapi, seperti: teknik guided imagery, karena banyaknya kontra yang disampaikan pada teknik hipnoterapi. Pemahaman yang keliru akan hipnosis akan membawa sikap yang keliru pula terhadap hipnoterapi. Beberapa kalangan menganggap hipnoterapi tidak ilmiah, berbau magis (melibatkan makhluk halus), atau ilmu sihir.

Melalui ECH, psikolog dapat mengenal klien dengan lebih mendalam, sehingga psikolog dapat bekerjasama dengan klien sesuai dengan kebutuhan dan keunikannya. Pendekatan ini merupakan bentuk Client-Centered Therapy yang memberikan kritik terhadap pendekatan psikoterapi lama di AS pada masa Erickson, dimana psikolog lebih berfokus pada proses analisa dan diagnosa, sehingga kita kehilangan konten dari cerita yang disampaikan oleh klien. Pada masa itu, rentang sesi konseling adalah 7-59 kali pertemuan, dengan rata-rata pada angka 20 kali pertemuan. Namun, hasilnya tidak efektif, karena sebagian besar waktu dihabiskan oleh psikolog untuk menggali masalah klien.

Pemandu pelatihan ECH 2 - Drs. Asep Haerul Gani, Psikolog

Pemandu pelatihan ECH 2 – Drs. Asep Haerul Gani, Psikolog

Hipnoterapi konvensional menggunakan perintah dan pendekatan otoritarian, dimana psikolog harus memiliki kekuatan di atas klien. Perintah yang disampaikan bersifat tegas dan berulang, sehingga hanya sesuai dengan klien yang penurut, namun tidak dapat membantu banyak orang lain, terutama klien yang kritis dan memiliki harga diri yang tinggi. Kegagalan pembinaan ini disebabkan oleh banyak faktor, seperti: tidak adanya hubungan interpersonal antara psikolog dengan klien, dan psikolog bertujuan untuk menggali kelemahan dan ‘kecacatan’ klien. Akhirnya, kedua belah pihak menjadi frustasi karena mencapai kesimpulan bahwa klien tidak lagi dapat berubah.

Di sisi lain, dalam ECH, relasi antara psikolog dengan klien merupakan relasi yang bersifat partnership, dimana psikolog tidak harus menjadi figur yang lebih ahli dibandingkan dengan klien. Seluruh sugesti dalam ECH berasal dari klien sendiri, yang dikumpulkan oleh psikolog selama proses bersama dengan klien. Klien adalah pihak yang ahli dalam mengenali masalah yang dihadapinya dan klien mampu untuk menentukan arah psikoterapi. Peran psikolog adalah sebagai ‘supir taksi’ yang akan mengantar klien sesuai dengan tujuan yang sudah ditentukan oleh klien sendiri. Prinsip yang digunakan adalah keterampilan penggunaan bahasa, misalnya melalui storytelling, direct and indirect communication, teknik mengajukan pertanyaan dan pemilihan kata yang sesuai dengan situasi klien.

Pada pelatihan ini, seluruh peserta diberikan kesempatan untuk mempraktekkan ECH secara langsung pada klien yang telah diundang oleh panitia. Proses latihan ini memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, dimana psikolog dapat mengaplikasikan pemahaman yang baru diperoleh, sedangkan klien memperoleh bantuan yang mereka perlukan dalam konteks permasalahan yang mereka hadapi.

WP_20150412_15_00_17_Pro

WP_20150412_16_45_43_Pro

Sebagai masukan bagi rekan sejawat yang belum berkesempatan untuk mengenal dan mempelajari ECH, berikut adalah testimoni dari peserta pelatihan ECH batch 1:

Dra. Dwi Redjeki Endang Haniwati, M. Si., Psikolog (anggota Majelis HIMPSI Jatim)

“Cukup berhasil dalam meningkatkan motivasi belajar klien, karena setelah menjalani sesi hypnotherapy, klien merasa bersemangat untuk belajar. Pada awalnya, nilai motivasi belajarnya 2, setelah mengikuti sesi ECH, nilainya menjadi 8. Demikian pula dalam kasus kesurupan, dimana pada awalnya klien memberikan nilai 3 untuk aspek keberanian. Setelah mengikuti sesi ECH, nilai keberaniannya meningkat menjadi 5. Hanya saja, dalam kasus anak yang tidak mau sekolah, masih belum berhasil. Namun, klien sudah mau untuk belajar.”

Deborah – Psikolog 

“Benar-benar mengubah paradigma mengenai hipnoterapi yang selama ini beredar di masyarakat. Sebagai psikolog, saya memiliki perspektif yang berbeda, dimana psikolog hanya berperan sebagai fasilitator, bukan lagi sebagai dewa. Proses  perubahan sepenuhnya menjadi tanggung jawab klien, sehingga mengurangi beban mental saya sebagai psikolog. Saya juga dapat memahami karakter klien secara lebih mendalam, sehingga respon yang saya berikan juga lebih sesuai. Saya menyarankan agar ECH dapat dimasukkan sebagai bagian dari kurikulum dalam pendidikan profesi, sehingga psikolog dapat lebih efektif dan efisien dalam memfasilitasi klien.”

Magdalena R. – Psikolog

“Pelatihan berisi materi dan aplikasi yang dipraktekkan langsung oleh Pak Asep, sangat padat dan aplikatif. Peserta mendapat kesempatan untuk mempelajari contoh-contoh kasus dari pengalaman Pak Asep yang memperkaya pemahaman saya. Peserta juga mendapat kesempatan untuk melakukan praktek langsung dengan klien yang diundang dalam sesi terapi. Saya mendapat banyak manfaat melalui pelatihan ini, yang dapat diterapkan langsung dalam memberikan layanan di lapangan.”

Sampai berjumpa di pelatihan-pelatihan IPK Jatim yang lainnya – untuk meningkatkan kualitas profesi kita dan memberikan lebih banyak bantuan bagi masyarakat luas.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s