Pelatihan Peningkatan Kompetensi “Diagnosis Berdasarkan DSM 5” (11/2/17)

Dalam rangka menyambut tahun 2017, IPK Jatim berkeinginan untuk memulai tahun yang baru dengan berbagai hal yang istimewa bagi anggotanya. Salah satunya adalah dengan mengadakan pelatihan yang diberikan oleh anggota untuk anggota. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kompetensi anggota IPK Jatim dalam memahami dan menggunakan DSM 5 sebagai dasar penegakkan diagnosis pada klien. Narasumber yang hadir dalam pertemuan ini adalah Cicilia Evi, GradDiplSc., M. Psi., Psikolog – CH Widayanti, M. Si., M. Psi., Psikolog – dan Dedi Prasetiawan, S. Psi., Psikolog.

Materi diawali dengan tema DSM IV TR vs DSM V yang dibawakan oleh Cicilia Evi, GradDiplSc., M. Psi., Psikolog. Narasumber memaparkan secara sederhana perbandingan antara muatan dalam DSM-IV-TR dan DSM-V serta membahas secara singkat berbagai diagnosa baru, ataupun yang dihilangkan (materi dapat diunduh di sini).

Pertemuan kemudian dilanjutkan dengan materi Penatalaksanaan Klasifikasi dan Diagnosis Gangguan Mental yang dibawakan oleh Ibu CH Widayanti, M. Si., M. Psi., Psikolog dari RSUD Jombang (materi dapat diunduh di sini). Barulah kemudian Bapak Dedi Prasetiawan, S. Psi., Psikolog mengajak peserta berdiskusi kasus dengan menggunakan pendekatan 4P (predisposing factors, precipitating factors, perpetuating factors and protective factors – materi dapat diunduh di sini).

Acara yang luar biasa! Karena diberikan oleh anggota untuk kemajuan anggota yang lain. Semoga IPK Jatim dapat menjadi wadah yang mengembangkan kapasitas anggotanya secara berkala. (CE)

Workshop Photovoice

Di akhir tahun 2015, IPK Jatim kembali menghadirkan sebuah pelatihan yang berbeda, yaitu teknik Photovoice bagi para anggotanya. Dalam pelatihan ini, peserta memperoleh pemahaman yang komprehensif mengenai pendekatan Photovoice dan disampaikan oleh Dr. Josephine Ratna, M. Psych., PhD.

Berikut terdapat beberapa bahan bacaan terkait dengan Photovoice. Semoga bermanfaat. (CE)

Evidence-Based Advocacy Using Photovoice to Identify Barriers and Facilitators to Community Participation After Spinal Cord Injury

Wang_(1997)

PHOTOVOICE Surabaya 17 December 2015

Workshop “Remorse and Forgiveness Therapy” – 27 dan 28 Juni 2015

Dalam kajian Agama-agama dunia, Pertaubatan (REMORSE) dan Pemaafan (FORGIVENESS) adalah langkah awal untuk penyucian diri. Psikologi positif yang dipelopori oleh Martin P. Selligman, PhD menunjukkan bahwa Pertaubatan dan Pemaafan memberikan efek positif pada kesejahtraan jiwa seseorang juga kepada kesehatan fisik.
Pertaubatan dan Pemaafan adalah kompetensi yang muncul karena mengetahui, berlatih, memodel, dan mengalami dalam kehidupan. Mencermati penelitian serta eksplorasi di klinik dan terapi kelompok dari Cullough, Luskin, Hayes, Enright tentang Pertaubatan dan Pemaafan, membuktikan bahwa Pertaubatan dan Pemaafan nyatanya perlu dipelajari dengan sungguh hati. Pengalaman saya di klinik dan komunitas, menunjukkan bahwa banyak masalah kehidupan yang dialami klien disebabkan oleh dua tema ini yaitu Pertaubatan dan Pemaafan.
Workshop “REMORSE & FORGIVENESS THERAPY” akan mengeksplorasi temuan para ahli ini dalam pembelajaran yang bercorak experiential.
Peserta pelatihan ini : Psikolog, Konselor, Guru BK, Pemuka Agama, Pekerja Sosial dan Profesi lain yang berkaitan dengan layanan masyarakat.
Workshop akan diselenggarakan di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Surabaya
Hari : Sabtu, 27 Juni 2015 dan Minggu, 28 Juni 2015, dari pukul 08.00 hingga 17.30.
Pendaftaran hubungi Mbak Laksmi Widjajanti (0812 3085 8577).
Acara ini diselenggarakan oleh IPK Jatim.
Mohon bantuan rekan sejawat untuk menyebarkan informasi ini ke profesi lain yang berkaitan. Kapasitas kelas maksimal 25 orang.
Daftarkan diri Anda sekarang juga dan dapatkan ilmunya!
*Teks oleh tim

Pelaksanaan Ericksonian Cooperative Hypnotherapy (ECH) Batch 2 – a 20-hour workshop (11 – 12 April 2015)

ECH merupakan sebuah teknik hipnoterapi yang diperkenalkan oleh Milton  Hyland Erickson. Di dalam prakteknya, banyak sekali nama yang digunakan untuk memperkenalkan hipnoterapi, seperti: teknik guided imagery, karena banyaknya kontra yang disampaikan pada teknik hipnoterapi. Pemahaman yang keliru akan hipnosis akan membawa sikap yang keliru pula terhadap hipnoterapi. Beberapa kalangan menganggap hipnoterapi tidak ilmiah, berbau magis (melibatkan makhluk halus), atau ilmu sihir.

Melalui ECH, psikolog dapat mengenal klien dengan lebih mendalam, sehingga psikolog dapat bekerjasama dengan klien sesuai dengan kebutuhan dan keunikannya. Pendekatan ini merupakan bentuk Client-Centered Therapy yang memberikan kritik terhadap pendekatan psikoterapi lama di AS pada masa Erickson, dimana psikolog lebih berfokus pada proses analisa dan diagnosa, sehingga kita kehilangan konten dari cerita yang disampaikan oleh klien. Pada masa itu, rentang sesi konseling adalah 7-59 kali pertemuan, dengan rata-rata pada angka 20 kali pertemuan. Namun, hasilnya tidak efektif, karena sebagian besar waktu dihabiskan oleh psikolog untuk menggali masalah klien.

Pemandu pelatihan ECH 2 - Drs. Asep Haerul Gani, Psikolog

Pemandu pelatihan ECH 2 – Drs. Asep Haerul Gani, Psikolog

Hipnoterapi konvensional menggunakan perintah dan pendekatan otoritarian, dimana psikolog harus memiliki kekuatan di atas klien. Perintah yang disampaikan bersifat tegas dan berulang, sehingga hanya sesuai dengan klien yang penurut, namun tidak dapat membantu banyak orang lain, terutama klien yang kritis dan memiliki harga diri yang tinggi. Kegagalan pembinaan ini disebabkan oleh banyak faktor, seperti: tidak adanya hubungan interpersonal antara psikolog dengan klien, dan psikolog bertujuan untuk menggali kelemahan dan ‘kecacatan’ klien. Akhirnya, kedua belah pihak menjadi frustasi karena mencapai kesimpulan bahwa klien tidak lagi dapat berubah.

Di sisi lain, dalam ECH, relasi antara psikolog dengan klien merupakan relasi yang bersifat partnership, dimana psikolog tidak harus menjadi figur yang lebih ahli dibandingkan dengan klien. Seluruh sugesti dalam ECH berasal dari klien sendiri, yang dikumpulkan oleh psikolog selama proses bersama dengan klien. Klien adalah pihak yang ahli dalam mengenali masalah yang dihadapinya dan klien mampu untuk menentukan arah psikoterapi. Peran psikolog adalah sebagai ‘supir taksi’ yang akan mengantar klien sesuai dengan tujuan yang sudah ditentukan oleh klien sendiri. Prinsip yang digunakan adalah keterampilan penggunaan bahasa, misalnya melalui storytelling, direct and indirect communication, teknik mengajukan pertanyaan dan pemilihan kata yang sesuai dengan situasi klien.

Pada pelatihan ini, seluruh peserta diberikan kesempatan untuk mempraktekkan ECH secara langsung pada klien yang telah diundang oleh panitia. Proses latihan ini memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, dimana psikolog dapat mengaplikasikan pemahaman yang baru diperoleh, sedangkan klien memperoleh bantuan yang mereka perlukan dalam konteks permasalahan yang mereka hadapi.

WP_20150412_15_00_17_Pro

WP_20150412_16_45_43_Pro

Sebagai masukan bagi rekan sejawat yang belum berkesempatan untuk mengenal dan mempelajari ECH, berikut adalah testimoni dari peserta pelatihan ECH batch 1:

Dra. Dwi Redjeki Endang Haniwati, M. Si., Psikolog (anggota Majelis HIMPSI Jatim)

“Cukup berhasil dalam meningkatkan motivasi belajar klien, karena setelah menjalani sesi hypnotherapy, klien merasa bersemangat untuk belajar. Pada awalnya, nilai motivasi belajarnya 2, setelah mengikuti sesi ECH, nilainya menjadi 8. Demikian pula dalam kasus kesurupan, dimana pada awalnya klien memberikan nilai 3 untuk aspek keberanian. Setelah mengikuti sesi ECH, nilai keberaniannya meningkat menjadi 5. Hanya saja, dalam kasus anak yang tidak mau sekolah, masih belum berhasil. Namun, klien sudah mau untuk belajar.”

Deborah – Psikolog 

“Benar-benar mengubah paradigma mengenai hipnoterapi yang selama ini beredar di masyarakat. Sebagai psikolog, saya memiliki perspektif yang berbeda, dimana psikolog hanya berperan sebagai fasilitator, bukan lagi sebagai dewa. Proses  perubahan sepenuhnya menjadi tanggung jawab klien, sehingga mengurangi beban mental saya sebagai psikolog. Saya juga dapat memahami karakter klien secara lebih mendalam, sehingga respon yang saya berikan juga lebih sesuai. Saya menyarankan agar ECH dapat dimasukkan sebagai bagian dari kurikulum dalam pendidikan profesi, sehingga psikolog dapat lebih efektif dan efisien dalam memfasilitasi klien.”

Magdalena R. – Psikolog

“Pelatihan berisi materi dan aplikasi yang dipraktekkan langsung oleh Pak Asep, sangat padat dan aplikatif. Peserta mendapat kesempatan untuk mempelajari contoh-contoh kasus dari pengalaman Pak Asep yang memperkaya pemahaman saya. Peserta juga mendapat kesempatan untuk melakukan praktek langsung dengan klien yang diundang dalam sesi terapi. Saya mendapat banyak manfaat melalui pelatihan ini, yang dapat diterapkan langsung dalam memberikan layanan di lapangan.”

Sampai berjumpa di pelatihan-pelatihan IPK Jatim yang lainnya – untuk meningkatkan kualitas profesi kita dan memberikan lebih banyak bantuan bagi masyarakat luas.

Ericksonian Cooperative Hypnotherapy: a 20-hour workshop

Sebagai bagian dari komitmen IPK Jatim untuk mengembangkan kompetensi anggotanya, maka kami kembali mengadakan Ericksonian Cooperative Hypnotherapy (batch 2) bersama dengan Drs. Asep Hairul Gani, Psikolog. Kita perlu mengakui bahwa hipnoterapi sebagai aplikasi hipnosis dalam lingkup psikoterapi masih belum sepenuhnya diterima oleh para ahli dan praktisi di Indonesia, khususnya di bidang kejiwaan. Padahal sejumlah perguruan tinggi ternama berskala internasional telah menerima dan menelitinya, misalnya Harvard dan Stanford; bahkan jurnal ilmiah khusus mengenai hipnosis juga telah lama diterbitkan.

Di ranah psikologi, hipnoterapi dapat digunakan sebagai terapi tunggal, atau melengkapi terapi lainnya, misalnya CBT. Dalam hal ini, efektivitas CBT yang dikombinasikan dengan hipnosis terbukti lebih tinggi daripada CBT sebagai terapi tunggal. OIeh karena itu, kami mengundang rekan seprofesi untuk menghadiri workshop yang luar biasa ini dan bersama-sama mengembangkan kompetensi dan kapasitas kita sebagai praktisi psikologi.

Keterangan lebih lanjut dapat menghubungi:

Ibu Laksmi (081) 230 8585 77
Ibu Naftalia (0852) 0364 3572

Silahkan mengunduh Brosur ECH 2015 dan formulir pendaftaran. Jangan sampai kehabisan kursi! (CE)

Pelatihan Cognitive Behavior Therapy (CBT) Beginner Level: 30-31 Oktober 2012

Ikatan Psikologi Klinis (IPK) Jawa Timur dan HIMPSI Jawa Timur akan mengadakan Pelatihan Cognitive Behavior Therapy (CBT) Beginner Level pada tanggal 30 – 31 Oktober 2012.

Pemateri dalam pelatihan ini adalah Josephine Ratna, M. Psych yang saat ini sedang menempuh pendidikan Doktoral di Curtin University of Technology, Perth, Western Australia. Pelatihan dapat diikuti oleh mahasiswa Magister Profesi Psikologi (S-2), Psikolog dan Psikiater.

Biaya pelatihan sebesar Rp. 1.250.000,- (umum) dan Rp 1.000.000,- (mahasiswa).

 

Untuk pendaftaran, silahkan menghubungi:

Dedi Prastiawan, S. Psi – 081 8031 69641

 

Pembayaran melalui Rek BCA KK Kenjeran, no rek 5060906442

a/n Dedi Prastiawan

—————————–

Panitia Pelatihan CBT Beginner Level – Oktober 2012